Rabu 25 Jun 2025
×
Rabu, 25 Jun 2025

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Polisi: Berita hoaks Muslim Cyber Army ‘bermotif politik’

Rabu, 28 Februari 2018 | 28 Februari WIB Last Updated 2018-02-28T19:31:38Z
Berita palsu atau seruan tentang serangan terhadap ulama di Majalengka, Jawa Barat, diduga bermotif politik menjelang pemilihan kepala daerah tahun ini.

"Tersangka mengaku dia curang, tapi bukti forensiknya tidak curang, secara politis," katanya.

Dalam keterangannya kepada wartawan, termasuk Julia Alazka yang melapor ke BBC Indonesia, Umar mengatakan bahwa pihaknya menemukan kaitan antara tersangka Tara Asih Wijayani (40) dengan kelompok Muslim Cyber Army (MCA).



Wanita yang berprofesi sebagai dosen tersebut mengunggah berita palsu di akun Facebook pribadinya tentang pembunuhan muazin oleh seorang pria yang pura-pura marah di Majalengka, Sabtu (17/02).

Kabar kabar kemudian menyebar dan didistribusikan di media sosial hingga 150.000 kali.

Penangkapan Keluarga Muslim Cyber Army: Mungkinkah itu negatif?
SARA dan hoaks: mengapa bisa begitu laku sebagai komoditas politik?
Kasus Saracen: Benci pesan dan tipuan di media sosial 'diatur'

Sebenarnya, dalam kasus itu, orang yang terbunuh adalah korban perampokan dan korbannya bukan seorang muadin.

Tara, lanjut Umar, diduga salah satu tim MCA Sniper yang bertugas mencari foto atau acara kemudian diserahkan ke MCA Keluarga Pusat. Selanjutnya, mereka menulis ulang narasi foto atau peristiwa, mengunggahnya ke media sosial, dan membuatnya menjadi virus.

Umar mengatakan bahwa Tara tidak dibayar untuk melakukan aksinya. Tapi polisi tetap akan masuk ke dalam pernyataan tersangka.

Siapakah Muslim Cyber Army?

Menurut Umar, MCA mirip dengan kelompok Saracen dalam konteks membuat berita hoax yang kemudian diviralkan.
Namun, perbedaannya, Saracen terbukti menerima pesanan dan mendapat bayaran. Saracen juga memiliki struktur organisasi, seperti ketua, sekretaris, dan koordinator daerah.
Adapun MCA , menurut Umar, merupakan organisasi tanpa bentuk di dunia maya. Anggota MCA bisa mencapai ribuan karena komunitas tersebut sangat cair dan terbuka sehingga orang dengan mudah menjadi anggota atau follower.
Jumlah followernya yang banyak kemudian mengerucut pada tim inti yang disebut Family MCA.
Umar menyebutkan, MCA Indonesia ini menginduk ke United MCA, jaringan internasional yang telah berhasil memecah belah Suriah dan Irak.
Umar menegaskan Bareskrim kini tengah menyelidiki siapa aktor intelektual MCA.
"Kalau ditanya, ada nggak sih AD/ARTnya, nggak ada. Nah sekarang, di atasnya MCA ini ada orang nggak, ini Bareskrim yang sedang tangani. Tim inti ini siapa payungnya, ini yang lagi dibuka sama mereka," papar Umar.
Belasan berita hoaks
Umar mencatat sebanyak 20 kasus penyerangan ulama muncul dan tersebar di media sosial. Tapi dari sekian banyak kasus itu, hanya dua yang benar-benar terjadi. Sisanya, sebanyak 18 kasus, adalah berita palsu.
Umar mengategorikan 18 belas berita palsu itu menjadi tiga.
Pertama, berita palsu yang mendompleng kejadian kriminal biasa. Contohnya, berita penyerangan ulama oleh orang sakit jiwa di Bogor dan pembunuhan muazin di Majalengka.
Kedua, berita palsu yang diciptakan oleh pengunggah. Contoh, perusakan masjid oleh pengidap sakit jiwa di Bandung dan pengeroyokan anak santri oleh enam orang pengidap sakit jiwa di Garut.
Ketiga, berita palsu yang sama sekali tidak ada kejadiannya, tapi mereka menciptakan peristiwanya.
Contoh, pengidap sakit jiwa yang masuk ke sebuah pondok pesantren di Cimahi, lalu membacok orang. Padahal, tidak ada kejadian apa pun di Cimahi, sementara fotonya yang juga diunggah diketahui sumbernya dari sebuah kejadian di luar negeri.
"Tiga kriteria hoaks ini jumlah totalnya 18 di Jawa Barat. Di antara tiga jenis hoaks ini, yang paling banyak korbannya orang gila," ujar Umar.
Dalam kasus terpisah, Polda Jawa Barat juga telah menangkap seorang pelaku penyebar berita palsu dengan konten PKI. Tersangka bernama Ahyad Saepuloh alias Ugie Khan yang mengunggah postingan SARA di akun Facebook.
Kini, tersangka telah ditahan di ruang tahanan Polda Jawa Barat.
Kepada wartawan, tersangka mengaku tidak memiliki motif apapun. Unggahannya itu hanya aksi pribadi tanpa suruhan dari siapa pun
"Nggak ada yang nyuruhnggak ada motif apa-apa," kata pemuda berusia 29 tahun itu.
×
Berita Terbaru Update