Sabtu 7 Jun 2025
×
Sabtu, 7 Jun 2025

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Banten Sejarah Dan peradaban Abad x-xvii

Jumat, 09 Februari 2018 | 09 Februari WIB Last Updated 2018-02-09T21:01:49Z
Banten adalah negeri yang sangat kaya sumber sejarah dan memiliki kekhasan karena berada di antara dua tradisi utama Nusantara, yaitu tradisi kerajaan Jawa dan tradisi tempat perdagangan Melayu.

Kerajaan ini tidak hanya menulis sejarahnya sendiri, tetapi juga merangsang banyak tulisan dari pengunjung-pengunjung asing. Alhasil, rekonstruksi atas masyarakat,  kebudayaan dan mentalitas di negeri ini lebih baik daripada di negeri-negeri lain di Nusantara.





Kumpulan tulisan dalam buku ini membicarakan tiga topik utama, yaitu sejarah kuno Banten sebelum kedatangan Islam, komponen-komponen dari masyarakat Banten zaman Islam melalui tata perkotaan, perjuangan-perjuangan merebut kekuasaan dan terikatnya
Banten pada dunia agraria, dan yang terakhir hubungan Banten dengan pihak-pihak asing.

Buku ini ditulis untuk mereka yang paling dekat dengan sejarah Banten, yaitu orang Indonesia sendiri, dengan harapan perhatian pembaca akan dicurahkan untuk melengkapi dan mendalami sejarah Banten yang begitu kaya''





novel terbaru gramedia 2017
harga dumbell di gramedia
harga buku outliers
gramedia teras kota bsd
gramedia tegal
gramedia online tempat download buku gratis
gramedia lippo karawaci




Saya membaca makalah ini dari sebuah blog (http://lektur.kemenag.go.id) dan pembahasannya cukup menarik bagi saya. Ditulis oleh seorang Peneliti Muda pada Puslitbang Lektur Keagamaan Asep Saefullah yang menjelaskan Sejarah dan Peradaban Abad X – XVII” Karya Claude Guillot dalam pandangan asing. Dan saya poskan diblog ini agar bisa dibaca oleh rekan-rekan. Trims

Review Buku “Banten, Sejarah dan Peradaban Abad X – XVII” Karya Claude Guillot*)

Oleh Asep Saefullah

Peneliti Muda pada Puslitbang Lektur Keagamaan


*) Makalah disampaikan dalam Sidang Hasil Review Buku Keagamaan IV, Puslitbang Lektur Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI, Jakarta, Jum’at, 7 Agustus 2009.

Identitas Buku

sejarah kerajaan banten

Buku ini berjudul Banten, Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII, merupakan kumpulan tulisan Claude Guillot yang diterjemahkan oleh Hendra Setiawan, dkk, dan diedit oleh Daniel Perret. Buku ini diterbitkan oleh Kelompok Penerbit Gramedia, Ecole francaise d’Extreme-Orient (EFEO), Forum Jakarta-Paris, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Jakarta, Desember 2008 (Cetakan Pertama). Jumlah halaman: 430 termasuk daftar pustaka dan indeks, dan ukuran: 16 x 24 cm.

Uraian Ringkas Isi Buku

Buku ini merupakan kumpulan tulisan Claude Guillot–sebagian bersama penulis lain—yang tersebar dalam berbagai jurnal/majalah, sepertiArchipel, Indonesia, dan sejumlah buku bunga rampai yang diterbitkan antara tahun 1989 sampai 2006. Tulisan-tulisan tersebut umumnya berbahasa Perancis dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia untuk keperluan penerbitan buku ini. Jumlah tulisan yang terdapat dalam buku ini sebanyak 15 buah. Secara umum, buku ini “membicarakan tiga topik utama, yaitu banten sebelum kedatangan Islam, komponen- komponen dari masyarakat Banten zaman Islam melalui tata perkotaan, perjuangan-perjuangan merebut kekuasaan dan terikatnya Banten pada dunia agraris, dan yang terakhir hubungan Banten dengan pihak-pihak asing” (Back Cover, dan lihat pula h. 12).

Sebagai informasi, Claude Guillot adalah peneliti asal Perancis yang pernah menjadi dosen bahasa Perancis di berbagai universitas di Mesir, Tanzania dan Indonesia. Disertasinya membahas perjuangan Kiai Sadrach dan masyarakat Kristen pertama di Desa Karangjoso (1981).[1]

Buku ini disusun menjadi tiga bagian, dan masing-masing bagian terdiri atas beberapa artikel. Ketiga bagian buku dimaksud adalah: 1) ‘Banten sebelum Islam’, 2) ‘Masyarakat dan Politik dalam Kesultanan Banten Tahun 1678’, dan 3) ‘Banten dan Dunia Asing’. Isi ringkas buku ini sebenarnya telah diramu oleh penulis sendiri dalam Prakata (h. 11-12), tetapi terasa terlalu ringkas. Untuk meringkaskan buku ini pun terdapat kesulitan karena sebagian tampaknya artikel berdiri sendiri-sendiri, misalnya pada bagian satu yang diberi judul “Banten sebelum Islam”, tetapi satu artikel menyajikan masa peralihan di Banten  dari zaman Pajajaran ke zaman Islam. Oleh karena itu, untuk kasus buku ini, sebelum kami memberikan beberapa catatan, kami sajikan tema-tema setiap artikel pada masing-masing bagian.

sejarah kerajaan banten

raja raja kerajaan banten

letak kerajaan banten

pendiri kesultanan banten

sumber sejarah kerajaan banten

silsilah kerajaan banten

makalah kerajaan banten


sistem pemerintahan kerajaan banten
Bagian pertama yang menyajikan “Banten sebelum Islam” terdiri atas dua artikel. Artikel pertama membahas “Negeri Banten Girang”. Artikel ini ditulis oleh Guillot bersama Lukman Nurhakim dan Sonny Wibisono. Dalam artikel ini diuraikan sejarah kuno Banten sebelum kedatangan Islam, yang menyebutkan bahwa pusat ibu kotanya masih di Banten Girang, sepuluh kilometer dari Laut Jawa di hulu Sungai Cibanten (h. 12). Hal ini terungkap beradasarkan hasil penggalian arkeologi selama empat tahun (1988-1992) di situs Banten Girang (h. 16). Artikel ini memberikan simpulan bahwa dinasti Islam bukanlah pendiri Banten tetapi dinasti ini perebut kekuasaan dalam ‘negara’ yang telah memiliki sejarah yang panjang dalam perniagaan internasional. Sebuah simpulan yang harus dikritisi. Sedangkan artikel kedua membahas “Perjanjian Antara Portugis dan Sunda Tahun 1522 dan Masalahnya” (hal. 31-64). Artikel ini merupakan penafsiran atas sumber tertulis yang masih menjadi kendala bagi para sejawaran Indonesia karena menggunakan bahasa Portugis. Teks-teks lain di antaranya adalah catatan dua penulis kronik asal Portugis, Joao de Barros dan Diogo de Couto (h. 32-34).


Bagian kedua yang membahas ‘Masyarakat dan Politik dalam Kesultanan Banten Tahun 1678’ terdiri atas lima artikel, yaitu: 1) “Kebebasan Berusaha Melawan Ekonomi Terpimpin: Perang Saudara di Banten, 1580-1609 (h. 107-130), 2) “Orang-Orang Tionghoa Penghasil Gula di Kelapadua, Banten, Abad ke-17: Teks-Teks dan Peninggalan” (h. 131-154), 3) “Politik Produksi Pangan Sultan Ageng (1651-1682) (h. 155-200), 4) “Keseimbangan Sulit Antara Ambisi Politik dan Perkembangan Ekonomi: Perang dan Damai di Banten (Abad ke-16-ke-17) (h. 201-218), dan 5) “Pola Perkotaan dan Pemerintahan di Kota-Kota Perdagangan di Dunia Melayu (Abad ke-15-ke-17) (h. 219-240). Secara umum, bagian ini menguraikan “aspek-aspek sejarah kemasyarakatan dan peradaban Banten pada zaman Islam. Di sini dibahas aspek tata kota, orang Keling, orang Tionghoa penghasil gula, politik produksi pangan, serta perjuangan masyarakat Banten merebut kekuasaan.”[2]

Bagian ketiga menguraikan hubungan Banten dengan pihak asing dengan judul ”Banten dan Dunia Asing” (241-397). Bagian ini terdiri atas tujuh artikel, yaitu: 1) ”Banten dan Teluk Benggala pada Abad ke-16 dan ke-17”, 2) ”Orang Portugis dan Banten (1511-1682), 3) ”Seorang Pedagang Perancis di Pulau Jawa pada Abad ke-17: Jean-Baptiste de Guilhen, 1634-1709 (h. 291-350), 4) ”Seorang Pakar Pembangunan dari Abad ke-17 di Banten: Kiyai Ngabehi Cakradana” (h. 351-), 5) ”Semusim di Neraka: Scott di Banten, 1603-1605”, 6) ”Inskripsi Islam pada Meriam Ki Amuk” (), 7) ”Hidup dan Mati Sebuah Tempat Eksotis: Citra Banten dalam Kesusastraan Inggris, Prancis dan Belanda” (h. 385-397).

Pada bagian ini terdapat ”cerita” tentang individu, misalnya kisah Kiyai Ngabehi Cakradana sebagai seorang ”arsitek” pembangunan dari abad ke-17 di Banten, yang namanya kerap disebut oleh para pendatang Eropa yang singgah dan berniaga di Banten pada masa itu (h. 351). Menurut penulis, dari berbagai sumber diketahui jika Kiyai Ngabehi Cakradana mengawali karirnya dari seorang “Touckan Bessi” (Tukang Besi) dan Syahbandar. Penulis juga mengatakan bahwa ternyata ia adalah seorang keturunan China yang beragama Islam (h. 353). Kemudian ”cerita” dua orang Eropa yang pernah tinggal di Banten, Jean-Baptiste de Guilhen seorang pedagang asal Perancis dan Scott, warga Inggris yang bertugas untuk kompeni Inggris di Hindia Timur dan tinggal di Banten selama dua tahun (1603-1605) (h. 364).

Bagian ketiga ini ditutup dengan tulisan mengenai citra Banten yang muncul dalam kesusastraan Inggris, Perancis dan Belanda. Misalnya dalamThe Alchemist (1610) karya Ben Jonson, The Court of the King of Bantam (1689) karya Aphra Ben, La Princesse de Java (1739) karya Madeleine de Gomez, lalu Agon, Sulthan van Bantam (1769) karya Onno Zwier van Haren (h. 385-397).[3]

Selain dilengkapi dengan daftar pustaka, buku ini juga disertai dengan berbagai ilustrasi seperti poto-poto arca, naskah perjanjian Portugis dan Sunda tahun 1522, beberapa peta kuno, poto kuburan, mata uang Banten, gambar orang Banten dan Eropa, khususnya Portugis, poto meriam Ki Amuk, dan lain-lain. Sedangkan pada bagian paling akhir dilengkapi pula dengan indeks (h. 415-450).

Perlu disampaikan bahwa, menurut penulisnya, “Buku ini ditulis untuk mereka yang paling dekat dengan sejarah banten, yaitu orang Indonesia sendiri, dengan harapan perhatian pembaca akan dicurahkan untuk melengkapi dan mendalami sejarah Banten yang begitu kaya.” (Back cover). Sayangnya, sumber-sumber dari Banten sendiri kurang mendapatkan porsi yang layak dalam buku ini.


Melihat isi buku ini yang begitu padat, tentu banyak hal yang dapat diperoleh, terutama data-data yang berasal dari sumber asing. Akan tetapi, ada beberapa hal perlu ditinjau dan didiskusikan lebih lanjut terkait buku ini. Dalam makalah singkat ini, setidaknya ada tiga hal yang akan disoroti, yaitu: aspek metodologi, aspek substansi, dan aspek sumber rujukan yang digunakan penulis buku ini. Selain itu, akan disertakan pula apresiasi terhadap buku ini sebelum makalah ini ditutup.
×
Berita Terbaru Update