Harta Karun Peninggalan Kolonialisme Jepang di Banten,
"Apa yang membuat
kita bernafsu
Melihat, isu tujuh gerbong
gerobak berisi emas sengaja dibuang di tempat oleh
Tentara Jepang Hal ini dilakukan mereka sebelumnya
pasukan sekutu memasuki Bayah,
jadi lebih suka meledakkan tempat agar tidak jatuh ke tangan musuhnya, "
kata Iyan.
Harta Karun Sisa Penjajahan Jepang Picu "Kegilaan" di Banten
WILAYAH LAUT LAUT dikenal karena kekayaan sumber daya alamnya. Dengan demikian, di Perang Dunia II, arena Asia Pasifik (1942-1945), menjadi target dan menjadi sumber eksploitasi oleh pasukan Jepang.
Salah satu lokasi eksploitasi utama, adalah kawasan Banten yang dikenal sebagai sumber bahan tambang dan produk perkebunan.
Ini adalah daerah Bayah di Kabupaten Lebak, Banten, yang pada tahun 1943-1945 menjadi salah satu tempat penambangan utama oleh pasukan Jepang.
Sejumlah bahan tambang digali oleh tentara Jepang kemudian diangkut ke Batavia (sekarang Jakarta), untuk berbagai keperluan selama perang.
Menurut berbagai catatan, tentara Jepang mengakhiri kegiatan penambangan dan meninggalkan Bayah pada bulan Juli 1945 atau jika dihitung, sekarang 72 tahun.
Dikatakan bahwa pasukan Jepang tidak ingin melanjutkan karena mereka telah berkecil hati dengan hilangnya perang dari pasukan sekutu, ditambah "kebocoran" bahwa negara mereka akan dibom atom oleh Amerika Serikat sebulan kemudian, yang menjadi kenyataan. di Agustus.
Kapal selam Nazi U-532 Jerman diperintahkan oleh Ottoheinrich Junker. Kapal selam tersebut berbasis di Tanjungpriok, Jakarta dan mengangkut produk lokal pada awal tahun 1945. Pada bulan Mei tahun yang sama, kapal selam jenis IXC / 40 ditangkap oleh pasukan Sekutu kemudian dibawa ke Inggris dan dihancurkan. *
Namun, setelah berpuluh-puluh tahun perang, ada orang-orang yang percaya di beberapa tempat di mana bekas pertambangan masih menyimpan sejumlah sisa bahan tambang.
Persoalan dari mulut ke mulut berkembang, adanya deposit emas bekas perang, yang kemudian mendorong sejumlah orang untuk menggali kembali.
Ironisnya, penggalian itu dilakukan sembarangan dan kemudian meninggalkan berbagai kerusakan lingkungan. Jalur Malingping-Bayah-Pulo Manuk sekarang berisi banyak penggalian tanpa perbaikan sama sekali.
Keadaan ini sangat terlihat bekas tambang dan pengangkutan bahan tambang di kawasan Cibobos yang kini memasuki kawasan Perhutani Unit III (Jabar-Banten), Banten Unit Kehutanan (KPH) Banten, Bagian Bayah.
Keberadaannya masih menyimpan misteri, setelah sebelumnya tempat tersebut diyakini masih menyimpan sisa-sisa masa perang yang tersisa.
Buntutnya, sejumlah tindakan "kegilaan" dilakukan oleh orang-orang di tempat itu, yang umumnya berusaha mencari tumpukan emas. Hal ini terutama terjadi pada tahun 1999-2004. Ada juga yang mencoba menggali di bulan Desember 2005.
Salah satu yang telah mencari emas di Cibobos, kata Iyan, semuanya berawal saat tim penggalian dari sebuah perusahaan swasta, menyusul usaha pemerintah untuk "kesetanan" mencari dana untuk menutupi kas negara akibat krisis moneter tahun 1999.
Kebetulan, saat itu ada pihak dari Jepang yang berniat "membantu" pemerintah, dengan menyediakan foto satelit bekas lokasi Perang Dunia II di Cibobos.
Menurutnya, dari gambar satelit itu digambarkan ada kandungan emas di bawah tumpukan bekas lokasi penggalian di Cibobos. Ditambah dengan gambar jalur rel yang menghubungkan ke pinggir laut selama perang, untuk mengangkut emas dari Cikotok melalui Bayah.
"Apa yang membuat kami ingin temukan adalah bahwa tujuh gerbong kereta emas dibuang ke sana oleh tentara Jepang, tepat sebelum sekutu-sekutu datang ke Bayah, lebih memilih untuk meledakkan tempat itu agar tidak jatuh ke tangan musuh mereka," kata Iyan.
Berbekal "rumor" dan foto tersebut, tim segera pergi menggali tempat tersebut. Penggalian itu terkesan sebagai proyek diam-diam, tapi ada orang lain yang "berciuman" dan kemudian terus menggali di luar jalur yang ditetapkan oleh tim.
Selama penggalian tersebut, menurut Iyan, banyak ditemukan sejumlah peninggalan perang, mulai dari sisa kendaraan hingga puluhan kerangka manusia, kebanyakan di tengkorak ada lubang peluru.
Diduga, kerangka itu berasal dari sejumlah romusha sial (kerja paksa) yang bernasib sengaja dibunuh oleh orang Jepang saat menimbun lokasi.
Dikatakan Iyan, saat penggalian, dia sebenarnya adalah orang yang digali liar. Dia mengaku, dengan seorang rekan, di salah satu lubang penggalian di malam hari, memang ada peti berisi puluhan piring yang terlihat seperti emas.
"Namun, keesokan harinya saat dibuka di kamar hotel, kami kaget dan bingung karena benda itu hanya bahan kuningan, tapi di malam hari kami menguji mereka menggunakan alat, bahwa itu adalah emas," katanya.
Di luar nalar
Disebutkan, meski banyak penggali membawa alat modern, termasuk detektor emas, suasananya kental dengan barang mistis. Akibatnya, banyak orang menerapkan alasan dan akal sehat, untuk mendapatkan petunjuk tentang adanya deposit emas di Cibobos.Cerita berhenti hanya karena pencari emas kemudian gagal menemukan apa yang mereka cari. Apalagi, heap ini sangat sulit digali lebih dalam. Sampai akhirnya, tim dan penggali ilegal menghentikan aktivitas mereka, dengan biaya hingga miliaran dolar.
Keberadaan "kegilaan" pencarian emas di Cibobos nampaknya membuat masyarakat setempat menjadi kesal dan trauma.
Mereka banyak yang tidak mau kejadian diulang karena banyak efek negatif, selain menimbulkan kerusakan lingkungan, juga tindakan beberapa orang untuk menerapkan irasional dan menyimpang dari ajaran agama.
Gambaran ini terkesan oleh sikap orang-orang yang nampaknya hati-hati, jika berbagai cerita peninggalan perang di Cibobos terkait dengan peninggalan setoran emas. Umumnya, mereka agak "alergi" jika ada pertanyaan lalu menyerempet soal emas di Cibobos.
Umumnya, sejumlah tokoh masyarakat setempat dan beberapa saksi mata selama perang di Bayah, membantah isu di daerahnya masih ada sisa-sisa emas.
Mereka kebanyakan hanya menyatakan, selama perang, tentara Jepang hanya menggali dan mengangkut batubara, sisanya mereka bilang tidak tahu apa-apa.
Tak ada emas
Mantan romusha, Karis, mengatakan, saat tim penggalian akan melakukan aktivitasnya, dia dan beberapa rekannya telah memperingatkan bahwa di Cibobos tidak ada emas. Hanya ada deposit batu bara, yang tidak sempat diangkut tentara Jepang.
Pemimpin masyarakat Bayah, MSA Badjadji, juga menepis anggapan bahwa di sekitar kawasan itu ada sisa peninggalan emas Jepang.
MANTAN romusha, Karis, pada tahun 2006 menunjukkan lokasi deposit batubara selama Perang Dunia II di Cibobos, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Lokasi tersebut pernah menyebabkan "kegilaan" sejumlah orang melakukan penggalian karena ada sejumlah gerobak berisi emas yang ditumpuk oleh tentara Jepang pada 1045 Juli. *
Dia juga menegaskan bahwa hanya sisa batubara, termasuk di Cibobos. Dia mengatakan bahwa informasi tersebut berasal dari mantan romusha dan penatua, termasuk almarhum ayah dari Badjadji, MS Madpura, yang pada saat Jepang menjadi kepala desa di Bayah.
Di masa Jepang, mereka hanya menggali dan mengangkut batu bara untuk kapal perang, materi emas sejauh ini belum pernah menjadi bukti otentik.
Masalah pencarian emas di sisi lain juga menimbulkan masalah bagi Perum Perhutani Unit III selaku pengelola lokasi.
"Emas yang dicari ternyata tidak ada, lalu bagaimana dengan dampak kerusakan lingkungan dari hutan? Sejauh ini, tidak ada pihak yang bertanggung jawab, apalagi memberikan kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan," kata Kepala Humas Perum Perhutani Unit III di tahun 2006, Slamet Riyadi Toyanegara. *